Rabu, 16 Desember 2009

Bermula dari silogisme Aristoteles


Silogisme Aristoteles, sebuah perjalanan logika deduktif yang amat panjang sejak 2500 tahun yang silam, sejak Aristoteles dilahirkan di Stagira 384 SM, tetapi logika ini akan tetap aktual dalam perjalanan manusia mencari makna diri di alam semesta ini, bahkan sesungguhnya silogisme Aristoteleslah yang mendasari prinsip-prinsip Antropik Kosmos (Cosmic Anthropic Principles). Konsep silogisme Aristoteles adalah konsep dasar tatkala kesadaran manusia harus menapak awal melihat fenomena alam semesta dan mulai menganalisa keajaiban kehidupan bumi, kemudian manusia menyadari bahwa dirinya sendiri akan menjadi tiada seperti spesies makhluk hidup lainnya, mortal.

Silogisme Aristoteles lebih mudah difahami dari persamaan matematika berikut, jika A = B dan B = C maka A = C

A B C

Inilah pertanyaan-pertanyaan abadi tentang kesadaran manusia :
1. Jika kita harus berkata bahwa kesadaran manusia itu lahir dari kegelapan goa goa awal peradaban manusia, maka adalah logis jika suatu hari kelak kita akan lahir kembali dalam kondisi yang sama, kegelapan di goa awal peradaban. Dalam bentuk silogisme Aristoteles A = B = C.
2. 100.000 tahun lalu, dimana kesadaran semesta itu berada? Apakah masih berevolusi dalam diri dalam spesies Homo Erectus?
3. 10.000 tahun lalu, peradaban manusia lantas muncul dan sampai saat ini, apakah yang sebenarnya terjadi pada 200 milyar sel syaraf spesies manusia? Angka 10,000 tahun adalah tidak sebanding dengan 3 juta tahun atau 4.5 milyar tahun yang silam untuk menyatakan bahwa kesadaran manusia itu baru memulai evolusi. Angka 10,000 tahun lebih tepat kita lihat sebagai fenomena revolusi kesadaran semesta dari munculnya kesadaran manusia.
4. Sederhananya bandingkan 200 milyar sel syaraf manusia itu dengan sebuah transformator listrik. Jika input transformator adalah fungsi tegangan/arus/frekwensi listrik A maka outputnya adalah fungsi tegangan/arus/frekwensi B. Sedangkan input dari 200 milyar sel-syaraf kita adalah suatu 'Dimensi Kesadaran Semesta' yang memang kekal eksistensinya melihat 'Masa Depan Semesta' sebagai ouputnya. Fungsi kesadaran manusia adalah untuk melihat Masa Depan Semesta sambil 'bermain-main' di Bumi ini, tetapi bukan untuk mengeksekusi Semesta Kosmos sejauh 13.7 milyar tahun cahaya.
5. Kita bertemu di bumi berbangsa-bangsa berbeda bahasa adalah untuk memahami bahwa Bumi tinggal Satu untuk kelak menghadap Sang Pencipta. Pada akhirnya manusia akan faham bahwa Logika Hari Kiamat adalah realitas indahnya Keabadian Kesadaran Semesta, betapapun perbedaan kita dalam bermimpi tentang makna keabadian.


Fungsi Kesadaran Semesta >> 200 milyar sel-syaraf manusia >> Fungsi Masa Depan Semesta

Fungsi (V,I,f,A) >> transformator listrik >> Fungsi (V,I,f,B)


Tatkala kesadaran manusia harus muncul dan tumbuh, maka mulailah kita mencari asal muasal kesadaran itu muncul. Kesadaran kita akan selalu mengarah kepada penyederhanan dan penyederhanaan dari kompleksitas observasi seorang manusia seperti Aristoteles. Solusinya adalah membuat sistematika yang logis dengan cara membuat klasifikasi, inilah cara berfikir logis sang jenius Aristoteles tanpa mikroskop dan tanpa teleskop disampingnya. Kita membayangkan pribadi pribadi pengamat kosmos seperti Plato, Socrates, atau Aristoteles yang harus berfikir tentang alam semesta tanpa penemuan dasar seperti mikroskop, teleskop, atau mesin cetak Gutenberg, maka hasilnya berupa istilah klasifikasi orisinal mereka seperti analytica, dialectica, physica, matematica , scientifica, etica, politica, medica adalah penemuan luar biasa. Lucunya saat kini kita seolah kembali ke cara berfikir ala Aristoteles dimana pada saat ini fitrah manusia millennium mengalami ‘kebuntuan kosmologi’ dalam menyimpulkan angka 13,700,000,000 tahun cahaya. Lantas apa maknanya silogisme Aristoteles 2500 tahun silam dan prinsip antropika millennium dalam memandang kosmos. Jangan jangan Aristoteles-lah yang benar bahwa bumi adalah pusat alam semesta, dan paling tidak kesadaran manusia di bumi adalah satu satunya kesadaran yang pernah ditemukan di alam semesta, jadi barangkali bumi-lah pusat kesadaran kosmos semesta. Karena Sang Pengamat Kosmos cuma Satu adanya di Bumi, Sang Manusia. Quo Vadis Aristoteles !!!

Referensi kita bermula pada definisi pra sejarah dan sejarah tulis menulis, dan kita mengacu pada angka 10,000 tahun sejarah manusia di bumi, maka sebelum 10,000 tahun kita menganggap sebagai bagian kehidupan manusia purba pra sejarah. 'Dawn of Civilization' atau 'Fajar Peradaban' bermula dari tepian sungai Eufrat Mesopotania, Timur Tengah, tepatnya di Irak masa kini, atau juga boleh jadi bermula di tepian sungai Gangga, Harappa India. Namanya juga fajar , maka pada umumnya suasana fajar itu berkabut, karena belum penuh disinari terangnya sang surya, jadi kita susah susah gampang melacaknya lewat arti guratan-guratan batu bertulis. Seorang bayi manusia akan terlahir sama dalam melihat kesadaran sekelilingnya, karena mungkin tidak bisa melihat jelas bayang-bayang ibunya yang mengasihinya, lantas ia menangis sekeras-kerasnya menyatakan bahwa dirinya hadir di alam semesta ini. Ia akan tumbuh sadar dan akan dapat menatap takjub kepada dunia memulai suatu proses kesadaran semesta. Mungkin kondisi ekivalen silogis ini adalah sama pada saat ini manusia mencoba membayangkan bentuk dan nasib kosmos sejauh 13,700,000,000 tahun cahaya, maka kabur mata penglihatan fikiran kita, apa sesungguhnya makna 10,000 tahun dibandingkan dengan angka tak berhingga itu? Sungguh diluar kekuasaan manusia!!

Bayangkan perjalanan peradaban manusia 7500 tahun dahulu dari Mesopotania, 5000 tahun silam dari Mesir, 2500 tahun berlalu kemarin dari Yunani dan Romawi , dan cobalah bayangkan apakah yang terjadi 10,000 tahun kelak mendatang. Bayangkan manusia harus melepaskan ketergantungan energi fosil dan seharusnya juga ketergantungan akan keinginan pengunaan energi nuklir di masa depan !!! Kemudian coba bayangkan ‘segmen segmen kubus’ 10,000 tahun itu kita susun agar terbentuk piramida bervolume 13.7 milyar tahun. Lantas apakah kita percaya, bahwa segmen 10,000 tahun kesadaran manusia itu saat ini sekarang tepat berada di puncak piramida ruang waktu menghadap Wajah Sang Maha Pencipta pada jarak 10exp(-100) meter?

Ketika Aristoteles pada akhirnya menyimpulkan bahwa bumi adalah pusat alam semesta, maka pandangan yang salah inipun belum mampu membuat manusia milenium menemukan makhluk hidup lain selain di permukaan bumi ini. Ketika kita harus bertanya tentang diri kita sendiri, maka kita sampai saat ini masih berdebat apakah kesadaran manusia itu hanya sekadar proses materi kimiawi plus foton plus elektron, atau kesadaran kita itu sebenarnya adalah proses kesadaran di luar ruang waktu fisik materi, artinya kesadaran kita saat ini sebenarnya ‘tidak berlokasi’ di bumi, hanyalah materi tubuh kita yang berada di bumi, atau orang bilang bahwa kesadaran kita itu adalah metafisika. Hebatnya kesadaran ‘metafisika’ ini telah mampu menunjukkan eksistensinya selama 4.5 milyar tahun sejak zaman eon Hadean di muka bumi ini, dimana salah satu proses perdananya adalah ‘tugas melukis’ angkasa menjadi berwarna biru dari asalnya yang berwarna kelam kelabu. Ini jelas bukanlah pekerjaan 10,000 tahunan, dan itu pasti memerlukan atmosfir yang mengandung oksigen, nitrogen, uap air sehingga langit angkasa akan menjadi berwarna biru. Lantas dari mana berasalnya oksigen, kalau bukan berasal dari proses fotosintesa makhluk makhluk hidup prokaryota(semacam plankton) bermilyar tahun lamanya berinteraksi dengan foton cahaya matahari.

Saat ini kita menyadari adanya hubungan yang erat antara materi, energi , dan 'kesadaran' itu adalah vektor vektor ruang waktu yang realitasnya adalah 'dominan' yang barangkali memang 'kesadaran nyata' itu diperlukan untuk menetukan masa depan kosmos, karena angka 4.5 milyar tahun kehidupan bumi adalah setara dengan angka 13.7 milyar tahun sejak 'Ledakan Besar', tetapi angka 10,000 tahun kesadaran manusia di bumi adalah 'begitu kecil dan tidak berarti' secara matematis dibanding dengan angka raksasa 13,700,000,000 tahun perjalanan cahaya. Tetapi apakah kesadaran manusia itu hanyalah serpihan debu angkasa luar yang mampir ke bumi? Kenapa baru muncul 10,000 tahun dan kita seperti mempunyai tugas mengukur dimensi ruang waktu, materi, energi, dan kehidupan itu sendiri, kemudian terkadang kita bertanya siapakah sebenarnya 'kita' dan sebenarnya tugas kita untuk apa ?

Pada saat ini ketika realitas pengertian kosmos menjadi buntu akibat ukuran 13.7 milyar tahun cahaya yang sedemikan raksasanya, maka logika deduktif Aristoteles cukup menolong menenangkan fikiran kita tentang kesadaran sendiri yang selalu mentok dengan persoalan keterbatasan mortalitas, di lain sisi kita selalu ingin memberontak bahwa kita ingin bermimpi mempunyai kapasitas imortalitas. Jadi kita akan selalu menghadapi realitas yang absurd !!!! Tetapi dengan silogisme Aristoteles ataupun prinsip Antropika (Anthropic Principles), kita akan mencapai suatu pengertian dalam pencarian kausal mendekati suatu pemahaman akan adanya 'Prima Causa'.

Bermula kita menjadi bahagia atas kehadiran pemikiran Einstein bahwa materi itu mempunyai hubungan khusus dengan cahaya dan totalitasnya adalah energi kosmos yang tertuang dalam formulasi E=mc2. Secara sederhananya bahwa materi itu diperintahkan untuk bercahaya, maka kita dapat melihat bahwa materi bintang bintang nun jauh galaksi disana akan mengeluarkan cahaya lewat proses fusi nuklirnya yang berlangsung bermilyar tahun cahaya. Sebuah keseimbangan materi dan energi kosmos dimana cahaya adalah tetapan abadi 300,000 km/detik dalam ruang vakum. Ruang waktu boleh melengkung tetapi cahaya akan tetap abadi menyinari alam semesta dengan konstan.

Jika kita terus bertanya dari mana asal muasal materi dan energi kosmos sejak bermulanya Ledakan Besar 13.7 milyar tahun cahaya, maka lagi lagi kita mengalami ‘Pertanyaan Besar’. Sebaiknya kita menikmati perjalanan asal muasal keindahan kehidupan di bumi dimana hubungan antara makhluk hidup dengan materi dan energi(cahaya matahri) sudah demikian lamanya sejak zaman eon Hadean sekitar 4.5 milyar tahun lalu. Bagaimana mengubah lautan H20(rumus molekul air) yang berwarna kehitaman menjadi berwarna indah kebiruan dan terkadang kehijauan di kedalaman laut yang kita pandang. Sebelum terisi oleh makhluk makhluk hidup yang bergerak seperti ikan, maka lautan di permukaan bumi ini seolah seperti dasar kanvas yang akan dilukis dengan warna dasar biru. Orang bilang warna dasar cinta kasih adalah biru, tepatnya biru laut.

Kesadaran manusia selalu mencari jalan menuju ‘keabadian’ apapun perbedaan pendapat manusia tentang arti keabadian. Kita menyadari bahwa kita mortal dan kita faham lawan kata mortal adalah imortal. Jika kita menyatakan bahwa hidup kita sebentar hanya berkisar di angka sekitar 70 tahun, hal itu adalah realitas, tetapi ternyata kehidupan di bumi telah berlangsung 4.5 milyar tahun , maka secara total kita melihat adanya suatu fenomena 'imortalitas', dan kita dapat meneruskan hipotesa kita tentang adanya 'keabadian'. Mungkin boleh saja kita menduga bahwa kehidupan itu mestinya abadi, dan 'kita' akan kembali ke suatu 'Titik Awal', dimana manusia akan selalu berdebat tentang 'Titik Awal' itu sendiri, apakah 'Titik Awal' hanyalah berupa 'Ledakan Besar' 13.7 milyar tahun lalu.

Jika kita berbicara tentang 'Titik Awal' kesadaran kita, maka boleh saja kita menyatakan bahwa setiap manusia berasal dari 1(satu) sel zygote yang kemudian mengalami ‘Ledakan Besar’ selama 17 tahun menjadi dewasa dan menjadi manusia besar dengan jumlah sel sebanyak 30 triliun sel hidup dalam tubuhnya. Siapa bilang mudah mengatur pertumbuhan dari satu sel zygote menjadi 30 triliun sel yang berorganisasi secara sempurna dan seimbang, ini suatu fenomena hebat, bahkan mungkin lebih hebat dari proses lahirnya bintang bintang galaksi tahunan cahaya nun jauh disana. Belum lagi kalau kita melihat warna warni keberagaman species makhluk hidup, sampai dengan keinginan kuat kita mengetahui kronologi perjalanan panjang 'tarian abadi double-helix' DNA/RNA berinteraksi dengan materi dan energi cahaya matahari di permukaan bumi. Ini semua membuktikan bahwa kita ingin tahu dan selalu mencari apa arti 'Titik Awal' memori, Mem-Origin disingkat menjadi Memorigin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar